
Namun, hari itu bukan sekadar tentang piala-piala emas yang berjajar rapi. Hari itu adalah tentang percakapan yang lebih luas: tentang tanah yang mesti dirawat, tentang pangan yang harus dijaga, tentang kesehatan yang tidak boleh dilupakan. Lelaki berbaju biru gelap yaitu Syamsul Ma'arif Ketua LPPNU Kabupaten Pasuruan datang membawa kabar dan gagasan. Ia berbicara tentang ladang dan kebun, tentang benih yang perlu ditanam, tentang pupuk organik dan probiotik yang bisa menjadi jawaban atas banyak persoalan.
Para guru yang mendampingi mendengar dengan penuh perhatian. Mereka tahu, bahwa pendidikan tidak berhenti di ruang kelas. Anak-anak tidak hanya diajari berhitung dan membaca, tetapi juga harus dibimbing agar mampu menjaga bumi, menanam dan memanen, serta belajar bagaimana hidup sehat di tengah dunia yang terus berubah.
Percakapan mengalir pelan tapi dalam. Tentang ketahanan pangan, tentang santri dan siswa yang kelak harus berani menghadapi tantangan kehidupan, tentang masa depan yang lebih mandiri dan sehat. Sesekali tawa ringan pecah, menandai keakraban yang tumbuh di antara mereka.
Di balik obrolan itu, ada harapan besar. Bahwa pendidikan bisa menjadi jembatan antara ilmu dan kehidupan nyata. Bahwa kerja sama bukan sekadar tanda tangan di atas kertas, melainkan pertemuan hati dan niat untuk membangun. Bahwa ruang tamu sekolah ini, dengan segala kesederhanaannya, menjadi titik mula dari sebuah cita-cita yang lebih luas: menjaga kehidupan agar tetap tumbuh, sehat, dan bermartabat.
Tidak ada komentar: