Prolog: Ruang yang Dihuni Cahaya
Di sebuah ruang sederhana, cahaya matahari jatuh menembus jendela, menari di lantai keramik yang bersih, dan menyentuh wajah-wajah yang hadir dengan senyum penuh harap. Tikar putih terbentang, menjadi alas persaudaraan. Di atasnya, tersaji secangkir teh, kue sederhana, dan buah tangan kehidupan sehari-hari. Tidak ada kemewahan, namun ada limpahan makna yang lebih dalam daripada hiasan emas atau karpet Semu putih Hijau.
Hari itu, manusia-manusia dari berbagai sudut Pasuruan berkumpul. Mereka bukan sekadar hadir untuk duduk diam, melainkan untuk belajar, merajut pengetahuan baru tentang dunia yang selama ini sering tak terlihat: dunia kemasan. Dunia yang bagi sebagian orang hanya kulit, tapi sesungguhnya adalah wajah, bahasa, dan jendela pertama sebuah produk.
Maka berdirilah sebuah spanduk hitam di belakang mereka, bertuliskan dengan tegas: “Pelatihan Kemasan dan Packaging Produk Makanan dan Minuman UMKM Pasuruan – Program Pengabdian Terpadu DIPA Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.” Kalimat itu menjadi pengingat, bahwa di balik ruang sederhana ini, ada gerak sejarah kecil yang akan menyatu dengan arus besar zaman.
Jejak Wajah dan Latar UMKM Pasuruan
Pasuruan adalah tanah yang berdenyut dengan kerja keras. Di gang-gang sempitnya, di pasar-pasarnya yang riuh, di dapur-dapur rumah sederhana, lahirlah ribuan produk: Minuman Probiotik , Beraneka Beras Sehat, kopi, dan ratusan rupa lain. Semua lahir dari tangan-tangan kecil yang tidak pernah berhenti menggenggam doa.
Namun, sering kali, nasib produk itu seperti anak kecil yang pandai, tapi tidak punya baju layak untuk pergi ke sekolah. Rasanya enak, mutunya terjaga, tetapi ia kehilangan sesuatu yang membuat dunia mau menoleh: kemasan.
Kemasan bukan sekadar plastik pembungkus, bukan sekadar kardus atau botol. Ia adalah perantara antara manusia dan ciptaan. Ia adalah bahasa pertama yang dibaca mata sebelum lidah mencicipi rasa. Kemasan yang baik mampu mengangkat martabat produk, menjadikannya bukan sekadar barang pasar, melainkan simbol kebanggaan daerah.
Di sinilah para pelaku UMKM Pasuruan menemukan dirinya. Mereka berkumpul bukan hanya untuk belajar cara membungkus, melainkan untuk memahami bahwa identitas produk mereka adalah identitas mereka sendiri. Sebagaimana wajah manusia yang tak bisa dipisahkan dari namanya, begitu pula produk yang tak bisa dilepaskan dari kemasannya.
Makna Kemasan: Kulit, Identitas, dan Kehidupan
Kemasan adalah kulit, tapi juga jiwa. Ia melindungi isi dari debu, udara, dan kerusakan. Namun lebih dari itu, ia menyampaikan pesan: siapa kita, dari mana kita, dan apa yang kita bawa untuk dunia.
Para peserta pelatihan hari itu mendengarkan dengan seksama, ketika narasumber menjelaskan bahwa desain bukan hanya soal warna cerah atau huruf tebal. Desain adalah cerita. Satu garis bisa berarti ketegasan. Satu lengkung bisa berarti kelembutan. Satu kombinasi warna bisa menyalakan ingatan tentang sawah ladang Padi yang luas, atau tentang aroma kopi yang bangkit di subuh hari.
Mereka belajar bahwa label bukan hanya penanda harga, melainkan juga pernyataan: “Aku lahir dari tanah Pasuruan. Aku adalah bagian dari hidupmu.”
Kemasan menjadi pintu masuk ke pasar modern, ke rak-rak minimarket, bahkan ke etalase digital. Tanpa kemasan, produk sering tak terlihat. Dengan kemasan, produk berbicara. Dan dengan kemasan yang baik, produk berteriak: “Aku ada, aku pantas diperhitungkan.”
Kebersamaan di Atas Tikar Putih
Namun yang paling menggetarkan dari peristiwa itu bukan sekadar materi pelatihan, melainkan kebersamaan. Di atas tikar putih, semua duduk tanpa sekat. Mereka yang muda dan tua, mereka yang mengenakan batik dan kaos, mereka yang datang dengan langkah ragu dan yang datang dengan keyakinan penuh, semua dipersatukan oleh satu ruang dan satu tujuan.
Di sela-sela pembicaraan, terdengar tawa kecil. Ada yang mengangguk-angguk, ada yang mencatat, ada yang berbisik kepada tetangga sebelahnya untuk memastikan ia tidak salah paham. Di depan, para narasumber berbicara dengan sabar, seolah mengerti bahwa pengetahuan baru ini bukan sekadar informasi, tapi jembatan menuju harapan yang lebih besar.
Seperti doa yang dibaca bersama, pelatihan ini menjadi lantunan kolektif. Setiap orang membawa cerita masing-masing—tentang usaha kecil di rumah, tentang modal yang terbatas, tentang pelanggan setia yang menunggu setiap minggu. Tetapi hari itu, cerita-cerita itu bersatu, membentuk sebuah kisah besar: kisah UMKM Pasuruan yang sedang belajar memperindah wajahnya.
Suara yang Tumbuh dari Pasuruan
Di balik wajah-wajah penuh semangat itu, ada suara yang lebih dalam, meski tak diucapkan. Suara itu berkata: “Kami ingin hidup lebih baik. Kami ingin anak-anak kami punya masa depan. Kami ingin produk kami dikenal lebih luas. Kami ingin menjadi bagian dari dunia yang lebih besar, tanpa kehilangan akar kami.”
Pasuruan bukan kota asing bagi perjuangan. Ia pernah menyaksikan arus perdagangan, kolonialisme, dan pertarungan identitas. Kini ia menyaksikan pertarungan baru: pertarungan antara keterbatasan dan inovasi.
Di sinilah pelatihan kemasan hadir bukan hanya sebagai transfer ilmu, melainkan sebagai pengingat bahwa perubahan dimulai dari hal-hal kecil. Sebuah label yang lebih rapi. Sebuah botol yang lebih kokoh. Sebuah logo yang lebih jelas. Dari perubahan kecil itu, lahirlah perubahan besar.
Dan suara itu, suara kolektif dari para pelaku UMKM Pasuruan, semakin lantang. Ia tumbuh bersama kemasan, bersama pengetahuan, bersama kebersamaan. Ia tidak lagi sekadar suara yang berbisik di dapur rumah, melainkan suara yang bisa menggema ke pasar-pasar luas.
Antara Tradisi, Spiritualitas, dan Inovasi
Pelatihan ini juga menyentuh sisi lain yang jarang dibicarakan: bahwa setiap produk adalah hasil dari tradisi dan spiritualitas.
Ketika seorang ibu membuat kue tradisional, ia tidak hanya mencampur tepung, gula, dan minyak. Ia mencampur doa, kesabaran, dan cinta. Ketika seorang petani mengolah kopi, ia tidak hanya memetik biji dari pohon, melainkan juga merawat ingatan tentang tanah leluhur yang memberinya kehidupan.
Tradisi ini adalah fondasi. Tanpa tradisi, inovasi hanyalah ombak tanpa lautan. Tetapi tanpa inovasi, tradisi bisa terjebak menjadi kenangan yang membeku.
Di sinilah pelatihan kemasan hadir untuk menyalakan jembatan. Ia berkata kepada para pelaku UMKM: “Peganglah tradisi, tetapi jangan takut berinovasi. Biarkan kemasan menjadi bahasa baru yang menyampaikan cerita lamamu dengan cara yang bisa dipahami dunia modern.”
Maka, spiritualitas sederhana tampak di ruang itu. Ada yang berdoa diam-diam sebelum mencatat. Ada yang menyebut nama Tuhan ketika berbicara tentang harapan. Ada yang tersenyum dengan keyakinan bahwa apa yang mereka pelajari hari ini akan menjadi bekal amal di masa depan.
Inilah titik di mana inovasi tidak bertentangan dengan iman. Inovasi justru menjadi cara untuk menjaga amanah: amanah atas hasil bumi, amanah atas rezeki, amanah atas keturunan.
Epilog: Jalan Panjang dari Ruang Sederhana
Hari itu berakhir sebagaimana setiap hari berakhir: matahari bergeser, bayangan berubah, dan langkah-langkah pulang terdengar pelan. Namun ada sesuatu yang tertinggal di ruang itu, sesuatu yang tidak bisa disapu atau dihapus: jejak harapan.
Pelatihan kemasan bukanlah akhir, melainkan awal dari jalan panjang. Jalan yang akan membawa para pelaku UMKM Pasuruan untuk berdiri lebih tegak, berjalan lebih jauh, dan berbicara lebih lantang.
Mungkin besok atau lusa, di sebuah toko, seseorang akan mengambil sebungkus keripik dengan kemasan baru. Mungkin di sebuah platform daring, seorang pembeli dari kota lain akan tertarik karena desain label yang menarik. Mungkin anak-anak dari para pelaku UMKM ini akan bangga berkata, “Itu produk bapakku, itu karya ibuku, lihat betapa indah kemasannya.”
Dan di balik semua itu, ruang sederhana yang pernah dipenuhi cahaya akan tetap dikenang. Sebuah ruang di mana orang-orang berkumpul, belajar, dan percaya bahwa perubahan besar bisa lahir dari lantai yang bersahaja, dari tikar putih, dari secangkir teh, dari kebersamaan, dan dari pengetahuan baru yang dibawa dengan tulus.
Seperti biji kecil yang ditanam di tanah Pasuruan, pelatihan ini akan tumbuh menjadi pohon yang memberi teduh. Akarnya menghujam ke tradisi, batangnya menjulang ke langit inovasi, dan buahnya menjadi rezeki bagi banyak generasi.
Penutup Resmi
Atas terselenggaranya Pelatihan Kemasan dan Packaging Produk Makanan dan Minuman UMKM Pasuruan – Program Pengabdian Terpadu DIPA Fakultas Teknik Universitas Brawijaya ini, kami dari Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Pasuruan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya.
Kegiatan yang berlangsung di Bascamp Desa Gayam, Kecamatan Gondangwetan ini bukan hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga menjadi simpul kebersamaan yang menguatkan ikhtiar UMKM Pasuruan untuk tumbuh dan berkembang. Semoga ilmu yang diperoleh tidak berhenti pada ruang ini saja, melainkan terus menjalar ke rumah-rumah produksi, ke pasar-pasar, hingga ke ranah digital yang lebih luas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya, khususnya Fakultas Teknik, yang telah menghadirkan program pengabdian ini dengan penuh dedikasi. Terima kasih juga kepada para peserta, para pelaku UMKM Pasuruan, yang dengan semangat menghadiri pelatihan ini, membawa harapan, dan menanamkan keyakinan bahwa setiap usaha kecil memiliki masa depan besar.
Semoga kerja sama ini menjadi ladang keberkahan, penguat ekonomi umat, serta jalan panjang menuju kemandirian dan martabat masyarakat Pasuruan.
Tidak ada komentar: